Langsung ke konten utama

Sejarah Desa Maliku

 


Pada mulanya desa Maliku bernama Lalumpe, di perkirakan tahun 1300 sampai dengan tahun 1400 dan penghuni setempat di kepalai oleh seorang kepala adat yang di beri nama Tonaas.

Masyarakat penghuni kampong sangat di kenal dengan keramah-tamahnya yaitu (Rukun) oleh masyarakat setempat member nama gotong-royong (masembongan), tidak bermusuhan saling menghormati dan menyayangi (masiri-sirian dan makopus-kopusan). Dampak dari keramah-tamahan dan sifat mau membagi itu yang membuat ketertarikan dari perkampungan sekitar untuk selalu datang, rindu dan sayang kepada masyarakat yang ada di perkampungan itu sehingga dari hal-hal inilah yanb membuat masyarakat Lalumpe mengubah nama Lalumpe menjadi Liliku, yang artinya kesayanganku, kebanggaanku yang di cintai. Penduduk sudah mengenal agama/adanya pencipta yang disebut oleh masyarakat setempat Amang Kasuruan Wangko (Tuhan Pencipta), Walian Kasuruan (Yesus Kristus). Dalam kebutuhan hidup sehari-hari mereka sudah mengenal bercocok tanam jenis palawija berupa tande (jagung, wene/padi dengan cara merombak hutan untuk menjadi lahan perkebunan) umbi-umbian, kacang-kacangan, padi lading. Bahasa yang dipakai bahasa Toutemboan, yang tetap menjunjung tinggi sifat mapalus atau gotong-royong.

Diketahui bahwa Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, sehingga lama kelamaan dengan adanya pengaruh dari pemerintahan Belanda maka nama desa Liliku menjadi Maliku yang sampai saat ini dikenal dengan nama Desa Maliku.

Desa Maliku pernah dikenal dengan fenomena Padi Bergerak (bertambah banyak) diantara semua tanaman Palawija yang dibudidayakan hanya padi yang bergerak diketahui pada waktu itu padi yang beradi di Poro (gantang, bakul) ketika bergerak maka padi tersebut menjadi melimpah (bertambah banyak) sampai terbuang. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan April dan Mei tahun 1952. Peristiwa fenomenal tersebut mengundang ketertarikan masyarakat yang berada di luar desa Maliku untuk menyaksikan dari dekat peristiwa tersebut, salah satunya hadir adalah Mantan Gubernur Sulawesi Utara yaitu H. V. Worang.

Desa Maliku pada tanggal 24 Desember 2011 diresmikan proses pemekaran desa menjadi 2 desa yaitu Desa Maliku dan Desa Maliku Satu, dan dengan mekarnya menjadi dua desa, saat ini dikenal dengan sebutan Desa Maliku Raya. “Liliku” adalah semboyan dari Desa Maliku yang setelah dimekarkan menjadi semboyan Desa Maliku Raya. Ada beberapa budaya Desa Maliku yang masih ada sampai saat ini yaitu Budaya Mabaloi, Budaya Kuncikan Akhir, dan Budaya Petalicuran. Selain budaya, adapun beberapa peninggalan sejarah bangsa Belanda yang masih terlihat di Desa Maliku, seperti Lonceng Gereja GMIM Maranatha Maliku Raya, Cawan Perjamuan, Teko (Bokor) Anggur Perjamuan, Baskom tempat air baptisan yang digunakan di Gereja GMIM Maranatha Maliku dan Pal beton yang berbentuk tugu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Desa Maliku

         Desa Maliku memiliki luas wilayah sebesar 4.000 Ha   dengan luas yang diperuntukan sebagai pemukiman yaitu sebesar 25 Ha. Penduduk di Desa Maliku sampai saat ini berjumlah 679 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 363 jiwa dan perempuan sebanyak 316 jiwa. Jumlah keluarga sebanyak 230 KK yang tersebar di 5 jaga (dusun). Umumnya masyarakat di Desa Maliku berprofesi sebagai petani, sarana pendidikan di Desa Maliku terdapat 1 taman kanak-kanak (TK), 2 sekolah dasar (SD) dan 1 sekolah menengah pertama (SMP). Sarana peribadatan terdapat 4 gedung gereja dikarenakan masyarakat di Desa Maliku 100% beragama Kristen. Desa Maliku adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.  Batas-batas desa sebagai berikut: -           Sebelah utara: Desa Ritey -           Sebelah selatan: Desa Maliku Satu - ...

Potensi dan Tantangan Desa Maliku

 Potensi Desa Maliku      Desa Maliku memiliki potensi pertanian seperti kelapa, cengki, vanili, padi sawah, dan jagung sehingga para masyarakat di Desa Maliku sebagian besar berprofesi sebagai petani. Selain potensi pertanian, Desa Maliku juga memiliki potensi pariwisata seperti air terjun dan goa. Lingkungan sekitar air terjun dan goa masih alami dan asri. Untuk akses menuju air terjun ditempuh selama 1 jam dengan berjalan kaki, untuk akses menuju goa ditempuh selama 10 menit dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan menuju objek wisata ini akan melewati perkebunan dan hutan. Masalah dan Tantangan Desa      Masalah dan tantangan yang dihadapi oleh Desa Maliku Kecamatan Amurang Timur, Minahasa Selatan berdasarkan diskusi dengan perangkat desa di Desa Maliku menyatakan tantangan tersebut antara lain akses air bersih di desa yang menjadi keluhan sebagian besar masyarakat dan banyaknya sampah plastik yang masih tercemar di sekitar lingkungan desa. Denga...